Jumat, 14 februari 2014, aku mendapat pesan dari kakakku yang inti nya mamah sudah ada di Bandung sejak 2 hari lalu tapi kondisinya mengkhawatirkan, kata kakak mamah linglung bahkan keluarga berinisiatif membawa mamah ke psikolog. Kakak tidak memintaku datang saat itu juga. Sore itu juga entah kenapa aku pulang ke rumah kak, padahal ada jadwal piket di sekolah, aku bilang ke mbak marti “mbak gantiin ucy piket hari ini ya, ucy mau pulang ke kakak , mamah sakit”. Ba’da maghrib aku tiba dirumah itu. Jujur semakin mendekat rumah semakin dag dig dug takut ada apa apa dengan mamah. Aku masuk dan berusaha tampak tenang dan dibiasa saja. Ya..aku melihat bidadari ku dan ia pun menatapku. Ada yang ingin dikatanya mungkin tapi ia tak mampu. Bidadariku kesulitan mengatakan apa yang ia ingin katakan. Rasanya ingin menangis saat itu juga. Tapi aku harus kuat karena semuanya akan baik-baik saja , ya kan? itulah yang aku katakan pada diriku sendiri.
Keluarga mengira mamah stress #mungkin# dan harus di bawa ke psikolog. aku bilang susah ngomong itu kata internet gejala stroke, besok pagi kita bawa aja dulu ke dokter umum baru nanti ke dokter syaraf nah kalo memang perlu baru ke psikolog dan akhirnya semuanya setuju.
Malam itu mamah selalu melihat ke aku dan keponakanku vanezha tapi tanpa bicara. Mungkin saat itu mamah sedang menahan sakit yang teramat sangat tapi kami tidak tau. Maafin ucy mah…
aku tidur satu kasur dengan mamah selama 3 hari itu, sangat dekat, aku bisa mendengar nafasnya, aku bisa memeluk tubuhnya, malam-malam itu aku sering terbangun lebih dulu dan memandang lamat lamat wajah yang sudah menua itu, ya dia bidadariku sampai kapan pun engkau tetap wanita tercantik dan terhebat dalam hidupku.
sabtu, 15 februari 2014, pagi hari aku, kakak dan bi danih membawa mamah ke dokter praktek terdekat. Dan ternyata benar dokternya langsung bilang, bawa aja langsung ke dokter syaraf RS Imanuel, karena itu RS yang terdekat.
Kami pulang dulu ke rumah nenek yang tidak jauh dari sana, disana ada emah (nenek), emah bilang sakit apa ning (panggilan mamah) tapi mamah hanya memegang kepala dan diam mungkin sebenarnya ingin bicara tapi sulit.
Hari itu juga kami membawa mamah ke dokter syaraf, dan dokternya bilang iya ini kemungkinan stroke, dikasih obat ya, nanti sabtu depan kesini lagi buat ct scan. Sambil menunggu di depan apotek untuk menebus obat aku sempat bilang ke mamah ” tuh kan mamah makanya harus rajin-rajin ngomong biar ga kaku, tuh obatnya mahalkan jadi harus di makan ya nanti, biar cepet sehat lagi” dan mamah langsung bilang ‘iyoo’ sambil mengangguk. Ya Rabb,,kasihi ibunda kami..
Ahad, 16 Februari 2014, semua berjalan tampak normal, pagi-pagi selepas subuh aku mengerak-gerakan kaki dan tangan mamah, melatih mamah A I U E O, istighfar, allahuakbar, alhamdulillah, subhanallah. Dan mamah bisa walaupun dengan suara lirih. aku sudah bertekad akan melakukannya terus menerus seperti itu biar lekas sehat lagi, entah kenapa dari dokter tidak ada pantangan makanan jadi mamah bisa makan apa pun yang beliau mau, kalo pas minum obat mamah suka ogah-ogahan, pahit mungkin, persis seperti aku ketika kecil paling ga mau minum obat.
Mamah yang biasanya hampir selalu mandi setiap akan sholat tapi semenjak sakit jadi males mandi kata bi ani, dan pagi itu aku memandikan beliau, kalian tau rasanya seperti apa, terbayanglah si ucy kecil yang di”gucek” mamah kalo pas dikeramasin, mamah orang yang pembersih, aku beruntung punya mamah seperti mamah. Tapi pagi itu mamah tampak seperti anak kecil yang linglung di kamar mandi. Ingin menangis? ya jelas, sangat jelas ketika itu aku sangat ingin menangis tapi apa jadinya jika aku menangis saat itu juga.
rencananya aku akan kembali ke pesantren (dilembang) sore hari, tapi ternyata hujan angin. akhirnya aku menginap satu malam lagi. terimakasih Rabb atas kesempatan yang Kau berikan tanpa aku sadari.
Senin, 17 Februari 2014, jam 5 pagi aku sudah siap untuk mengendarai si”bulee” motor kesayanganku, dan ternyata pagi itu adalah kesempatan terakhir aku mencium tangannya, andai aku tau itu yang terakhir mungkin aku tak kan melepaskannya.
aku pulang ke lembang, dan memulai hari dilembang seperti biasa.
Selasa,18 Februari 2014, selepas mengajar ada pesan lagi sampai ke hape ku dari kakak, “cy mamah masuk RS”. Ya Allah aku masih berusaha untuk tenang dan baik-baik saja, pesan itu tidak aku respon, karena aku tidak berencana pulang lagi hari itu juga karena esok hari jadwal ngajar full dari pagi sampai sore.
Selepas adzan, siang itu ada telpon ternyata sudah 12 panggilan tak terjawab dari ayuk(kakak perempuan), di seberang sana ayuk menangis meminta aku segera ke RS mamah sekarat, hati-hati ya cy di jalan..
Wooow…rasanya pengen ngejerit menangis saat itu juga. tapi aku menahan semuanya. aku bilang pada teman kamarku,”mir, anterin ke RS imanuel yuk, mamah ucy masuk RS” dengan ekspresi datar. awalnya mira ragu karena males harus izin ke atasanya. Aku mengimami sholat berdua dengan mira, di sholat itu aku tak lagi kuasa menahan airmata yang mengalir deras, menetes membasahi mukena pink-ku. setelah selasai sholat aku berusaha sekuat tenaga mengusai diri kembali, tanpa berkata apa-apa mira langsung siap-siap dan bilang ” hayuu teh aku anter sekarang”. padahal kami berdua sama-sama ga tau jalan dari lembang ke RS. Imanuel tapi bismillah.
kami tiba di depan ruang icu sekitar jam 2 an, menunggu di depan, tidak lama aku di persilahkan masuk, di tempat tidur itu aku melihat bidadariku terbaring tanpa daya, dengan alat-alat yang hanya pernah aku lihat di tv, aku tetap berusaha mengendalikan diriku.
Sampai akhirnya dokter memanggil keluarga bu heni karena hasil ct scannya sudah ada. dokter bilang ada tumor otak di kepala mamah dan itu yang membuat mamah susah berbicara, dan otak mamah membengkak itu lah yang membuat mamah koma. Ya Rabb..aku tak lagi kuasa, tangis itu pecah, aku menangis sejadi-jadinya dipelukkan sahabatku mira. sangat itu terbayanglah betapa mamah menyayangi kami, betapa mamah selalu berusaha memberikan yang terbaik. entah sejak kapan mamah menahan sakit itu agar tak merepotkan kami anak-anaknya. bahkan untuk biaya rumah sakit pun mamah sudah mengumpulkan uangnya.uangnya yang entah dikumpulkan sejak kapan untuk menikahkan aku katanya dulu. tapi Allah berkehendak lain, tapi aku harus tetap yakin ini adalah ketetapan yang terbaik.
sepanjang sore dan malam itu aku bergelut dengan pikiranku sendiri, aku yakin mamah tersiksa dengan alat-alat itu yang menahannya. aku bahkan sudah menyiapkan diri jika besok adalah hari terakhir kami dengan mamah. dan untuk pertama kalinya aku kehilangan nafsu makan ku. itu adalah fenomena yang langka.
Rabu, 19 februari 2014, pagi-pagi kami kembali ke RS menunggu di depan ruang icu, belum ada perkembangan juga ternyata dengan keadaan mamah. Kakak dan ayuk sering kali aku dapati menangis, tapi entah kenapa pagi itu aku tak ingin menangis, aku bahkan nyaris menghabiskan mie goreng buatan bibi ku dan roti yang dibawa saudara.
Semakin siang semakin ramai yang datang, secara mamah 12 bersaudara dan hanya mamah yang tinggal di sumatera dan sekarang yang tidak pernah dirawat di RS tiba-tiba terbaring di ruang icu dengan keadaan koma.
Teman-teman dari NF pada datang (rani, sofi, teh opi, bu hanik, teh venny, teh diana, pak wismo, pak idris, pak beni, pak nanang, pak rahmat) tidak lama setelah itu, kami di panggil lagi masuk ke ruang icu, karena berdasarkan musyawarah keluarga tadi pagi kami akan mengikhlaskan mamah,kami akan melepas alat bantu itu, dokter bilang paling lama kemungkinan mamah hanya akan kuat bertahan 4 jam saja.
Aku membacakan al qur’an di samping mamah dengan terbata-bata isak tangis, aku, ayuk, kakak bergantiin membisikan syahadat ditelinga mamah, dan akhirnya alat itu di cabut, hanya beberapa menit saja ternyata bidadariku pergi meninggalkan kami, semuanya pecah, aku tidak pernah merasakan hari yang lebih menyakitkan daripada hari itu.
mamah selamat jalan..
mamah terimakasih atas pengorbanan dan kasih sayang mamah selama ini..
mamah maafkan kami..
mamah maaf kan ucy..
mamah saksikan ucy akan baik-baik saja disini tanpa mamah, jadi mamah yang tenang ya disana..
di luar ruang icu ternyata teman-teman dari NF baru saja pergi, tapi Allah kirimkan tika, cemilia dan imon untuk menemani ku di saat itu, tangisku pecah dipeluk mereka. betapa menyedihkannya aku hari itu. masih berharap semua ini mimpi, tapi ternyata ini nyata..
Bidadariku pergi…
:’)
Written
on July 22, 2013